Minggu, 23 Februari 2014

"Ketika" yang Tak Pernah Kembali 2013

Pernah suatu sore seperti ini ibu duduk dekat jendela diatas sofa hijau tua, ia tak beranjak menatap hujan kecil yang mengeroyoki daun plumeria
Tak sekalipun matanya lepas
Ke arah bunga-bunga putih itu
Kali ini hujan kecil itu datang lagi
Membasahi kelopak bunga yang kini jatuh diatas pemakamannya.

31 Desember tahun lalu,
Aku masih membawamu bolak balik mataram mengobati penyakitmu yang kian hari, kian tak kunjung membaik
Diatas bus malam kau duduk sebelah kiriku, sedang aku tetap menghadap jendela mencoba menyembunyikn tangisku
Aku sempat tak ingin tahun berganti, agar engkau tetap disini.
Diantara kami
Tapi tak seorangpun kuasa melawan waktu

25 Desember:   Ibu, aku mungkin terlambat
Sebab musim ini hujan hampir tak berhenti
Sekarangpun ia telah menunjukan tanda tanda akan turun
Tanaman padi kita telah mencoba tegak berdiri meski air melampau usianya
Sejak kau tiada, Ilalang mulai ingin semena-mena mengganggunya
Aku kini sedang belajar merawatnya dengan terbata bata
Maaf jika tidak sempat mengunjungimu dan kini terlambat berkata
Selamat hari Emak untukmu diSyurga

18 Desember:    Dulu setiap kami foto betiga
Ibu selalu memisahkan salah orang dalam foto itu dengan mengguntingnya
Saat ku tanya kenapa
Ia bilang jika foto bertiga salah satu pasti akan lebih cepat meninggalkan kita
Lalu kini ia tiada
Ku temukan lagi potongan foto itu
Dan tiap lembar yang terpisah ialah Dia
 

8 Desember :
My Father
Sebenarnya ada kesunyian yang mendalam didalam hati masing masing, dan kami sendiri tidak mau menunjukn satu sama lain, agar semua kedukaan itu tak tampak kepermukaan
Aku lihat ia menatap sisa gumpal awan yang tak mampu digubah hujan
Pria tua dengan mata berkaca-kaca yang kini telah kehilangan dunianya.

Hepatoma:
Malam itu, lembar diagnosa dokter seolah menjadi kitab keramat yang tak berani kami buka
Aku mengetahui jika dalam kasus yang sama sebagian besar orang tidak pernah bisa bertahan hidup lebih lama
Ku lihat wajah ibu dalam dalam
Sejak saat itu sepanjang hari aku terus merindukannya.
 

awan senja 
 Ibu:
seperti awan senja hari
Pergi, lalu tak pernah kembali


Tentang dia
Yang mengantarku pagi pagi mendaftar waktu masuk mengaji
Yang memilih buah buah bidara lalu menjualnya untuk uang sakuku
Yang berjalan pelan dibelakangku saat meniti pematang
Yang mencariku jika telat pulang
Yang membersihkan bekas luka jika aku terjungkal dari sepeda
Yang selalu berkata "kita akan mencoba kembali besok jika hari ini kau gagal" lalu merangkul pundakku


 Culdesakh

Hari ultahku
 Ibu....
Aku merangkaki cul desakh
Dan tak satu pun cahaya
Ku coba selalu berdiri meski ku tahu pintu pintu itu masih samar adanya...
Ku ingat katamu
"Lekas kembali jika kau letih, ibu disini..."


Ramadhan
Jika ramadhan turun di surga
Aku ingin ikut dengan hilal yang datang diam diam itu.
 


Dan hari ini ketika kau pergi 7-7 2013 Tepat jam 7
berkali kali aku berusaha melanjutkan membaca sebuah surat dalam alqur'an, saat perlahan lahan israfil setega itu memutuskan mengambil jiwamu, 
aku terbata bata seperti baru bisa belajar bicara
dan mengetahui jika kau kini benar benar pergi

dan ingat
Waktu kecil ibu mengajarku berjalan dengan gagang kayu yang dibuatnya seperti komedi putar
Dan hari ini ia benar benar melepas gagang itu, membiarkanmu melangkah sendiri

Selamat jalan ibu.... kau kembali ke Rabb mu
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar